Wednesday 28 June 2017

Kau aku Dan sejuta masa indah

Sayang lihatlah malam ini, kau aku dan sejuta masa indah
Langit malam ini telah melukis bingkai malam dalam taburan bintang
Ia menuliskan namamu dalam bait bait rindu yang berserakan dibalik siang

Friday 17 March 2017

Senja di stasiun lempuyangan


antara tugu sampai lempuyangan, terbaris rapi deretan besi besi tua
gemerincing lonceng lonceng beradu dengan gemuruh mesin mesin roda zaman

kita adalah generasi kesekian yang beradu adu pekik dalam kamajuan

penungang penungan kuda lalu menjadi gerobak gerobak rapuh sampai pada besi besi yang berpacu

lalu disini aku berdiri, dibawah langit kota jogja beradu mimpi yang tak pasti
menyelami hidup bah seperti saat aku

tulis sajak ini,...
aku tulis sajak ini kala malam menjelang kata kataku pun enggan berirama

langit jingga mega emas, asa terkandung dalam kemegahan alam
lalu di langit ratusan burung emprit berombak ombak bernyanyi kekeyangan

antara pulang dan petualang mereka membahasakan rasaku dengan picik lagi congkah
berisik mesin roda zaman beradu dengan suara adzan yang kian berkumandang,
kereta kereta itu berlalu lalang  distasiun lempuyangan

bersegera ku ceri kau, namun ia keburu menghilang dalam kebisingan malam

mega emas menjadi merah semakin gelap, selangkah menimbulkan tanya pada arwah arwah yang berkumpul pada bau anyril diranah dikantil melati

lalu mereka mebahasakan namamu dengan  dzikir ghaib lagi rahasia,
bersegera ku cari kau namun langit

lebih dulu menelanmu dengan gelap selaksa malam
di dalam keangkuhan malam, menatap wajahmu lalu menjadikan dalam bait bait puisiku

Sunday 19 February 2017

Catatan rindu tanpa restu

masihkah adakah waktu antara kau aku bersua?
sungguh aku masih menunggumu di kaki bukit kapur, kaki bukit yang membuat rindu terasa pisau.
jarak antara gari juga wonosari bah gunung laut jauhnya
dan kita masih jua tak sempat bersua
rindu benar aku padamu, rindu yang masih tanpa restu
terlebih rindu pada secangkir kopi melepas senja bersama, masih ingatkah kau
kau menjadi seluruh gerak dari tiap laguku, saat jemariku menari nari lalu lantunmu gerakan tarian kerinduan
*
sungguh sayang, senyummu adalah guncangan terhebat yang meruntuhakan seluruh gunung gunung di dada
senyummu itu sungguh lebih manis dari seluruhnya
itu tercipta dari seluruh tragedi yang membuai aku
perihal senyum ranum tak tahu aku mana yang rindu menghapusnya
*
entah berapa purnama aku menyesali diri ini yang terlambat mengenalmu
malam silih berganti datang dan pergi hingga wajah keriput rambut memutih tiada yang berubah dalam benak almanak
sungguh sayang, di ranah kantil melati rindu tanpa restu itu aku rawat saban hari
*
dan tiap syair yang aku tulis ini bah lagu nostalgia karena kamu adalah api dari lautan kata kataku
secangkir kopiku tinggal ampas, malam makin binal dengan alunan melodi yang membuat bintang lukiskan wajahmu
asap rokokku pun menuliskan namamu
aduhh biyung edan aku..

*
duh gusti rokokku terasa panas, kopiku tinggal aroma
gusti dari mana rinduku ini bermula
terasa embun menjalar di ranah kudukku
dinginnya serasa pelukmu, secuil hangatnya bah rindumu.
ku kemas rindu antara pulang dan petualang hilang
diatas sajadah membahasakan namamu dalam dzikir gaib lagi rahasia
percayalah, Sayang, sepanjang takbir dan dzikirku, wajahmu berenang-renang dalam tangisku.
Masih sama seperti malam-malam kemarin, air mataku repak tersebab mengingat tentangmu.
 meski rinduku tanpa restu

Sunday 5 February 2017

Pemilik malam

malam ini padang rembulan teruntai menari menyulam tentram di bawah langit kota wonosari
ia membahasakan rindu padamu dengan dzikir gaib lagi rahasia
entah padang atau rembulan ia yang ingin dikenang ia yang dingin di awang
panas harimu dingin siangmu untaian lagu penuh makna
berlayar denganmu arungi laut penuh kebingungan anatara pulang dan petualang
lalu apa kabar hari ini?
lihat tanda tanya itu adalah jurang keegoisan di antara kita
atau ratusan purnama aku akan menyesali egoku atau egomu
bimbang bimbang aku bimbang antara mengalah atau berpetualang
mengalah untuk tawa atau  berpetualang bersamamu untuk selamanya
menyusuri hari dengan perasaan penuhi rongga dada
lalu istirahat dibawah terik siang lalu pulang saat matahari terbenam
saat malam menjelang aku kirimkan seribu puisi rindu untuk mu yang terlahir dari sang pemilik malam
antara malam juga purnama ia lahirkan namamu
malam itu padang rembulan teruntai menyulam tentram
ia membahasakan namamu dengan dzikir gaib lagi rahasia
dibawah keangkuhan malam aku menatap wajahmu lalu menjadikannya dalam bait bait puisi rinduku

umtukmu pemilik malam

wonosari 2017 februari

Tuesday 31 January 2017

Sang dewi

apa kah bulan atau rembulan namun mataku tak lagi mengenal padang ini
saling mengingkari nasib, kita berjalan berlawan arah
entah berapa purnama kita tak saling sapa, pada rembulan atau pada mawar yang sebunyikan durinya
masihkah terniang dalam tenang senja diufuk barat dibawah langit kota wonosari menghabisi Siang menunggu malam bersamamu
dua cangkir kopi itu menjadi saksi bahwa aku adalah manusia paling Bahagia di sore itu 6 tahun lalu
lalu jalan pulang itu terjal seterjal padang karang laut cina selatan
pancingi laut jiwamu adalah kerinduan yang tanpa restu
mengarungi samudra dunia bersamamu adalah berlayar tanpa layar
 lalu aku mendengar suara padang dan rembulan,
dalam tiap katanya adalah syair terindah yang pernah aku dengar
akankah aku akan menyesali dalam ratusan purnama
karena rindu ini tanpa restu, seperti yang kau bawa mawar dengan duri dibaliknya