sampul kuning sajak alpha

AKU YANG MERINDU
Aku berjalan dalam nafas yang memburu.
Aku berjalan menuju kesunyian
Kata yang sempat terucap,kembali menguap
Merindu aku pada nada yang sama
Menghirup aku pada ucapan yang merindu
Namun kosong……
Kosong tanpa angin
Kosong tanpa sapa
Jalanan yang licin,terjatuh dalam duka
Aku merindu nafas yang berderu
Aku merindu tatapan yang merayu
Aku merindu kata yang sempat terlontar
Namun kata tetaplah kata,
Janji tinggalah janji.
Yang lalu hanyalah sejarah
Dan yang nyata hanyalah perbutan








//// SAJAK BUNGA
Dan aku tidak akan bertanya lagi soal padang dan rembulan
Karena gelap tak jua bersua  terang
Kunang pun istirahat saat malam
Dan jangan kau berikan mawar kepadaku
Karena tiap helaian tersenbunyi duri tajam
Namun lihatlah apa yang aku buatkan untukmu
Apakah kau tahu di setiap pijaran mimpi itu kami rangkaikan melati suci
Putih lembut harum ketulusan
Namun saat aku membuka mata melati itu kau jatuhkan sedang kami begitu lama untuk merangkai
Aku menengadah untuk melihat cendela dan bukan untuk melihat ruang ini,
Dan kini aku kebali di kala senja dengan sajak rempong untuk pembeli kursi itu
Aku merenung saat malam menjelang dan tak pernah tidur sebelum aku temukan ranjang yang dulu
hilang











KERETA KEHIDUPAN
Kereta kehidupan ,berhentilah sebentar di stasiun
Melamun titilah di rel lurus  dan keras tambahkan panumpang  yang semangat ingin menaikimu
Hentikan jalanan ketika kau semangat untuk melaju
Jangan biarkan menunggu
Sadarilah apa yang kau lihat
Sawah dan pemukiman kumuh bumi ini

Manusia tua
Manusia tua tak ada yang menanti,
Menyanyikan cerita lama kehidupan
Melucu,diam,sepi  Sendu buah hari yang terlewati,
 tapi bukan itu
Menerima menanti akan pulang ke tujuan, semangat rindu,hirau do’a cintai hidup kekal



 
/// JAVA VERSION OF BUNGA TERAKHIR
Kawula sapunggel ing panganikan ing kang di kendika aken pisan pindone suwaraning jagad,
Kawula inggih lintang ing kang dawah dalah langit gumebyaran biru sak dhuwuring reruntungan ijem,
Kawula inggih nimas denok ing kang dipun beto saking mulud asrep, dalah dipun lahiraken mulud mewah bentere jagad, lan uga dipun tilem ake wekdal angslumpe srengenge
Yen enjang datan enggal sarumbut, kula uga bayu sami sareng mertaken rawuhing cahyo,
Dalah rina pateraning wengi , kula atut wuri peksi nyuwun aken  pangandikan pepisahan kagem hyang cahyo
Ingkang werni – werni nipun ing sae angrias pelataran uga arum sawune tan wangi
Senajan tak rangkup hyang tilem, paningalan dalu aningali dalah kula gesang lan uga kula ningali srengenge ingih satunggale cahyo ing dinten menika
Anyruput sacangkir mirengake ocehane piksi niku, uga anjoged jogged nurut aken langgam sekar mayang
Inggih kula peparingane denok ayu uga sakkumpulane sekar daup
Inggih kula pangeleng runtut tansah bungah
Inggih kula sesajenan saking gesange tiyang kagem satunggaling sampun sedo
Uga kula sapunggele kabungahan uga sapunggele sakit
Kawula  ndelengkake namung ningali cahyo lan mboten nungkluk kanggo o ninggali bayang kula
Lan niku kesaenan ingkang kudu  di sinau manungso ing gesang ten bumi menika,

RINO PANTERANING WENGI ,,TIRTOOO WEDAK KULA MAMINTO ,,ATUK NUGRO MEWAH MANUN,, SAK IDENGE NUSWANTORO,,KALIS KUDHO RENCONO,,AYEM TENTREM ADIL MAKMUR,,SANGKUT AMBAR MULAT GORO KADHUNG TRESNA





Aku bicara perihal cinta,
Memikirkanmu  memerdekakan rasa sayangku
 Mengeluarkanmu dari pikiranku menhacurkan waktuku
Aku bicara perihal cinta Sekalipun tiap mawar yang kau beri berduri
Aku bicara perihal cinta Sekalipun sang waktu enggan beranjak
Aku bicara perihal cinta yang warna warnimu mekarkan rasaku
Suatu ketika kau berhenti dari perjalanan panjangmu, engkau menoleh sang waktu yang beranjak menyingsing
Engkau duduk di tepi sungai memandang gemericiknya air, membuatmu sadar akan waktu yang terus bergerak dan tak pernah terhenti
Menyaksikan mengumandangakan rasa melambungkan asa, kau lantunkan syair keabadian dalam tengah malam
Namun keabadian cinta dalam hatimu merupakan perjalanan dari hati
Lalu siapa pula yang mengumandangkan rasa dari perpindahan hati ke hati lain
Karena dari tiap hati sama halnya dengan sang waktu yang tak bisa di ukur dan tanpa ukuran
Aku bicara perihal cinta kala senja menjadi keabadian yang sempurna
Aku bicara perihal cinta kala kenari itu bersiul ria
Aku bicara perihal cinta kala aku dirasuki jiwa para pecinta
Aku bicara perihal cinta kala mataku sayu melihat dunia











Di sudut pantai jiwa ini aku sampaikan kepadamu sang penjaga  relung hati
Dari tiap ombak yang bergerak di pantai kasih kita aku ucapkan, dewi aku sayang kepadamu
Aku beri kepadamu sepotong rembulan, bukan syair Casanova
Dari tiap dawai kecapi itu aku kirimkan nada yang sama sekalipun dawai dawai itu terpisah
Aku  pun tertunduk jatuh cinta yang tak dapat diuraikan asalnya
Dan aku pun bernyanyi gembira karena cinta telah kembalikan jiwaku
Engkau dewi – dewi  asmara telah menjelma menjadi tiang tiang kuil yang kokoh, sekalipun tiang itu tak berdiri bersampingan
Engkau dewi –dewiku telah menjadi lentera  yang kian lengkapi ceritaku
Dan bila sang waktu telah beranjak nada iramaku tetap merdu seperti kuil itu yang tetap kokoh
Nada – nada itu tetap sama walau pemilik sayap putih itu datang kepada kita
Nada itu tetap sama dan akan sama selamanya sampai aku tak kuat menadakan irama itu
Dewi aku cinta kepadamu, namakan ini cinta, perasaan atau kegilaanku semata bagiku itu sama
Namakan ini kelaparan atau kebodohanku bagiku menemukanmu merupakan anugrah dalam hidup ini
Dewi, aku sayang kepadamu,, aku tertawa saat menangis, aku merindu saat berfikir, aku melamun saat aku melihat,
Inikah yang dinamakan asmara begitu besar indahnya 

Dari dasar relung hatiku mengisyarkan nada yang merindu
Dari dasar akal naluriku aku kuak tiap nafas yang mencinta
yang waktu engan mencair, dari tinta yang tergoreskan syair irama alam
dari cinta itu ia hilangkan mataku, ia rampas pikiranku, ia curi langkahku
dari cinta itu ia hadirkan kamu di pikiranku, ia munculkan namamu dalam tiap permohonanku, ia lahirkan wajahmu dari tiap pandanganku
perasaan apa ini mengapa begitu besar indahnya, sekalipun itu senyum, sekalipun itu murung bagi ku sama indahnya
bagai hangatnya cahaya malam hangat tak membakar hingga tenang aku di buatnya, bagai tetes embun kecil di pagi hari sejuk tak menusuk hingga kurasa damainya.
Bernyanyi di kala fajar, kita berjalan di tengah terik nya siang , lalu istirahat di kala senja dengan nada seribu cerita, sebelum gagak itu meminta ucapan selamat malam untuk sang kekasih,
  
jalan
Dan apabila kau hendak mengukur sebuah jalan
Sebuah jalan panjang yang tak terukur dan tanpa ukuran
Dan apa bila kau hendak pejamkan mata dibawah cahaya siang
Sekalipun kau terpejam cahaya telah mampu menembus penglihatanmu
Aku tidak bicara tentang sebuah akhir dari perjalanan
Aku bicara tentang persinggahan sementara
Suatu saat kau akan berhenti untuk menaman sebuah pohon
Dibawahnya kau akan berteduh saat terik siang membakar
Dibawahnya kau akan kembali kala senja membawa kerinduan malam
Kala malam menjelang kau ikuti sekawan kunang meminta keindahan nan abadi
Bersamanya kau akan bernyanyi kau akan menari kau akan menghiasi langit dengan seribu bintang di angkasa
Dan buakankah sebuah jalan itu tak akan ada habisnya bila kau ukur, dan biarkan waktu yang mengukur dari sebua jalan itu karena tiap dari itu adalah abadi
Sebagaimana musim telah menjadi saksi haru mengukur jalanan.




Junjungan tanah negeri
Dan ingatkah kau kala masa kau menangis
Dan ingatkah kau kala kau lapar
Dan ingatkah kau kala kau kedinginan
Dan ingatkah pula kala dewa – dewa itu menangis melihatmu
Dia turun dimana bumi kau pijak
Dia hidupkan lagi nyawamu yang tergadai
Dia nyalakan lentera itu kala malam bertatap gelap
Dan ingatkah kau semuanya??? Apa kau ingat kala kau minta tempat berteduh selama 350 tahun
Semua aku berikan, semua dewa limpahkan hanya untukmu supaya kau tak mengigil kedinginan, hanya untukmu supaya kau tak kelaparan
Tapi sungguh hatimu telah tergadai – gadai dengan harga murah kelas babi congak itu
Sungguh hatimu telah raib di beli oleh omong kosong terbayar hinamu
Sungguh telingamu telah tersumpal ratusan betara durna di sampingmu
Sungguh rumus rumus palsu itu telah butakan mata kakimu
Maka jangan salahkan aku jika semua aku ambil darimu
Maka jangan salahkan aku jika dewa dewa itu kembali kekayangan
Maka jangan salahkan aku jika kewajibanmu telah kau ingkari







25 mei 2012
kau adalah bulan saat malamku dengan cahaya tenang tak membakar
kau adalah matahari yang cerahkan menyingkirkan mendung atas ku
kau hadirkan senyum kala aku terbangun
tapi aku bukanlah apa yang aku minta
aku adalah sepotong angin yang kian berlalu lalang
aku adalah untaian bunga yang tersusun rapi saat kau teteskan air mata

suatu ketika kau akan melihat dan akan sadar bahwa dialah yang benar tulus
suatu ketika kau akan terduduk di atas tumpukan batu besar itu, lalu kau hanya akan mengenang sebuah cerita yang penuh dengan penyesalanmu

lalu apa arti nya cinta yang tak memiliki, seoarang bijak yang berkata “cinta tak harus memiliki” hanyalah orang gila yang berujar demikian
dan aku tak akan bicara soal waktu sebab waktu tak akan menunggu dan dapat di tunggu,
namun apalah arti dari cintaku,,,, cinta adalah cinta, hanya dapat kau rasakan tai tak berasa, hanya dapat kau peluk tapi tak sepenuhnya……






Dia adalah kelembutan berdarah di atas kain kafan
Dia pinta tetes tetes dari urat nadimu, dia remuk remuk dari pada tulang belulangmu,, dia datang dari utara dengan seribu pengawal yang tiap hari ia makan satu per Satu
Namun dari tiap derai hembuskan nafas kerinduan yang kian membahana, hingga aku tersadar aku telah dirasukinya perlahan lahan ia remas detak jantungku, ia tusuk hati ku hingga aku tak dapat bedakan mana hitam putih, ia matikan ku dalam peluk nya,,,
Ia bukan mawar yang mati saat berganti musim, ia bukan angsa yang pergi satelah kenyang, ia bukan kunang yang hadir saat malam, namun ialah sang matahari yang terus menyinari tiap hari, kala malam menjelang ia minta bulan untuk sampaikan sinarnya, menjangkau sudut sudut terdalam....
Dialah cinta sejati..




SEKILAS JEJAK
Kita bukan lagi anak anak yang berjalan yang sempoyongan
Kita bukan lagi anak anak yang bersembunyi dalam gelap malam
Kita bukanlah anak yang senang bermain rumput kering

Dan waktu itu tak pernah terhenti maupun terulang
Dan dentak itu yang menjadi saksi motafora
Dari jiwa jiwa yang mencari jalan

Sayang kau sekarang telah menjadi 10 tahun dari umurmu
Sayang kau sekarang adalah mimpimu dari tiap malam
Sayang kau sekarang dalam pesta kelembutan

Jalan itu sayang tak akan ada putusnya
tak akan ada putusnya
dan kau sayang telah menjadi sebuah roda yang siap menerjang jalanan
dan aku juga sayang aku juga menjadi dirimu







CUKUP BAGIKU
Malam ini aku makan dengan kenyang
Aku tutup mataku dari jeritan kelaparan
Aku bungkam telingaku dari deru nafas kematian
Malam ini kau makan dengan kenyang sungguh kenyang

Esok hari adalah hariku
Dunia ini milikku
Semua tercipta begitu untuk ku

Biarlah disana mencaci maupun menghinaku
Bagiku mereka hanyalah sebatas pondasi rumahku
Rumahku indah kawan rumahku indah….
Di hiasi dengan berupa rupa darah
Apa kau lihat inilah dunia dari apa yang aku miliki
apa kau lihat dunia ini sebagai tanah liat
yang dengan mudah aku bentuk
apa kau lihat sayang apa kau lihat,,,,,,

ini duniaku ini dunia mereka para tikus  tikus
ini dunia mereka para tangan tangan neraka
ini dunia mereka pengguni senayan………



KENAPA TIDAK MENYALAHKAN TUHAN
Tuhan kenapa aku terlahir miskin
Tuhan kenapa aku hidup sebagai anak yatim
Tuhan kepana aku lemah
Kepana……

Tuhan tahukah engkau dari tiap hinaan yang aku dapat
Tuhan tahukah engaku dari tiap emas yang aku raih

Lalu kenapa tuhan engkau sembunyikan tanganku
Lalu kenapa tuhan engkau hilangkan kepalaku
Sehingga mereka tak dapat melihatku utuh tuhan,,,,

Siapa yang salah dari ini tuhan,,,
Siapa yang salah dari anak yang terlahir yatim
Siapa yang alah dari anak yang terlahir miskin

Kenapa  mereka  tidak menyalahkanmu dari tiap kelahiran….

sayangku


Kita adalah sama sayangku, kita adalah sama
Kita sama sayangku, menari – nari di atas rumput rumput kering
Kita sama sayangku, bernyanyi nada – nada kering
Kita sama sayangku, kita bersujud  ataupun berdiri
Kita sama sayangku menabur bunga dengan lemparan ke atas bukit
Kita sama sayangku mengadu namun tak dapat pilu
Sayang, di atas kertas ini aku selipkan rindu kepadamu
Rindu akan masa dimana kita berdiri tanpa terinjak
Sayangku di bawah pena ini tergaris sebuah impian sayangku
Impian yang terangkai oleh rampai rampai bunga
Sayangku, bila tiba waktu kelak aku tak akan minum dari gelas cangkir itu sayang
Tapi aku persembahkan kepadamu sebuah gelas kaca sayang, sebuah gelas kaca yang berisi air satu warna, bukan dari payau itu sayang
Sayangku aku bukanlah bunga jalanan yang rela asap asap kotor penuhi mahkota
Aku bukan itu sayang
Sayang akulah angin yang akan menembus sudut sudut yang terjangkau sayang
Tapi sayangku, aku tak cukup mampu menghadirkan sebuah cahaya itu sayang, aku sendiri sayangku, sendiri bertatap sepi, dingin sayangku dingin tanpa ada yang menyelimuti sayang
Sayangku, aku sayang kepadamu, namun cintaku hanya seperti bunga berganti musim sayangku, bunga yang berganti tiap musim sayang
25 juli

SENJA DI ALTAR KERINDUAN
Di atas kursi ini aku menatap selaksa senja
Selaksa senja yang kian gagah serukan cahaya emasnya
Di atas kursi ini aku kumpulkan tiap bait bait syair ku
rangkaian sajak tergores lembut dalam nada nada sepengal senja
aku seakan bergoyang mengikuti tiap hembusan angin yang menerbangkan jiwa menjamu sang tidur
segera ku buka mata dan kulihat senja di sekelilingku
namun sayang senja di sekelilingku hanya sepi
sepi yang bertatap dengan sunyi
WONOSARI 2012








No comments:

Post a Comment