Friday 17 March 2017

Senja di stasiun lempuyangan


antara tugu sampai lempuyangan, terbaris rapi deretan besi besi tua
gemerincing lonceng lonceng beradu dengan gemuruh mesin mesin roda zaman

kita adalah generasi kesekian yang beradu adu pekik dalam kamajuan

penungang penungan kuda lalu menjadi gerobak gerobak rapuh sampai pada besi besi yang berpacu

lalu disini aku berdiri, dibawah langit kota jogja beradu mimpi yang tak pasti
menyelami hidup bah seperti saat aku

tulis sajak ini,...
aku tulis sajak ini kala malam menjelang kata kataku pun enggan berirama

langit jingga mega emas, asa terkandung dalam kemegahan alam
lalu di langit ratusan burung emprit berombak ombak bernyanyi kekeyangan

antara pulang dan petualang mereka membahasakan rasaku dengan picik lagi congkah
berisik mesin roda zaman beradu dengan suara adzan yang kian berkumandang,
kereta kereta itu berlalu lalang  distasiun lempuyangan

bersegera ku ceri kau, namun ia keburu menghilang dalam kebisingan malam

mega emas menjadi merah semakin gelap, selangkah menimbulkan tanya pada arwah arwah yang berkumpul pada bau anyril diranah dikantil melati

lalu mereka mebahasakan namamu dengan  dzikir ghaib lagi rahasia,
bersegera ku cari kau namun langit

lebih dulu menelanmu dengan gelap selaksa malam
di dalam keangkuhan malam, menatap wajahmu lalu menjadikan dalam bait bait puisiku