Sunday 19 February 2017

Catatan rindu tanpa restu

masihkah adakah waktu antara kau aku bersua?
sungguh aku masih menunggumu di kaki bukit kapur, kaki bukit yang membuat rindu terasa pisau.
jarak antara gari juga wonosari bah gunung laut jauhnya
dan kita masih jua tak sempat bersua
rindu benar aku padamu, rindu yang masih tanpa restu
terlebih rindu pada secangkir kopi melepas senja bersama, masih ingatkah kau
kau menjadi seluruh gerak dari tiap laguku, saat jemariku menari nari lalu lantunmu gerakan tarian kerinduan
*
sungguh sayang, senyummu adalah guncangan terhebat yang meruntuhakan seluruh gunung gunung di dada
senyummu itu sungguh lebih manis dari seluruhnya
itu tercipta dari seluruh tragedi yang membuai aku
perihal senyum ranum tak tahu aku mana yang rindu menghapusnya
*
entah berapa purnama aku menyesali diri ini yang terlambat mengenalmu
malam silih berganti datang dan pergi hingga wajah keriput rambut memutih tiada yang berubah dalam benak almanak
sungguh sayang, di ranah kantil melati rindu tanpa restu itu aku rawat saban hari
*
dan tiap syair yang aku tulis ini bah lagu nostalgia karena kamu adalah api dari lautan kata kataku
secangkir kopiku tinggal ampas, malam makin binal dengan alunan melodi yang membuat bintang lukiskan wajahmu
asap rokokku pun menuliskan namamu
aduhh biyung edan aku..

*
duh gusti rokokku terasa panas, kopiku tinggal aroma
gusti dari mana rinduku ini bermula
terasa embun menjalar di ranah kudukku
dinginnya serasa pelukmu, secuil hangatnya bah rindumu.
ku kemas rindu antara pulang dan petualang hilang
diatas sajadah membahasakan namamu dalam dzikir gaib lagi rahasia
percayalah, Sayang, sepanjang takbir dan dzikirku, wajahmu berenang-renang dalam tangisku.
Masih sama seperti malam-malam kemarin, air mataku repak tersebab mengingat tentangmu.
 meski rinduku tanpa restu

No comments:

Post a Comment